
Belum luruh nikmatnya rasa gurih dari seporsi katupek gulai tunjang, saya diperbolehkan Ibu Jarani untuk melihat dapurnya. Ketupat bercitarasa istimewa ini secara umum ternyata dimasak dengan cara yang tak berbeda dengan jenis-jenis ketupat lainnya.
Ketupat dibuat menggunakan jalinan daun kelapa yang diisi beras. Ia kemudian direbus selama empat jam dengan menggunakan kayu bakar. Ya, Ibu Jarani memang bersetia dengan cara tradisional dalam memasak untuk mempertahankan citarasa dan kualitas masakan.
Yang istimewa dari pengisi perut ini adalah bumbunya. Sesuai dengan namanya, makanan ini menggunakan tunjang atau daging kaki sapi sebagai bahan utama dalam sajiannya. Tunjang dimasak bersamaan dengan gulai nangka dan disajikan bersamaan dengan ketupatnya.
Gurihnya tunjang menciptakan rasa dan aroma yang khas serta mengundang selera siapa saja untuk menikmatinya.
Untuk kuah dari tunjang tersebut, gulai pakis dan nangka dibuat dengan bumbu alami tanpa pengawet. Nuansa rempah dari lengkuas, bawang merah, bawang putih, dan santan kental khas gulai Minangkabau lainnya bercampur jadi satu dalam panganan ini. Taburan mi kuning dan kerupuk merah pun turut memeriahkan kuliner ini.

Katupek gulai tunjang yang dijual Ibu Jarani di Pekanbaru, Riau, ini sesungguhnya memang merupakan makanan khas Minangkabau, Sumatera Barat, khususnya Pariaman. Walaupun katupek gulai tunjang ini khas Minangkabau, keberadaannya justru sulit ditemukan di Sumatera Barat, khususnya Kota Padang. Keberadaannya lebih banyak ditemukan di daerah asalnya, Pariaman, atau justru di luar, yakni di Pekanbaru. Ibu Jarani, yang sudah berjualan katupek gulai tunjang selama sepuluh tahun di Pekanbaru, mengakui kelangkaan makanan tersebut di Sumatera Barat pada umumnya.
Akan tetapi, kondisi di Sumatera Barat itu berdampak positif untuk Jarani. Dagangannya selalu laris diserbu pembeli yang mayoritas adalah orang Minang yang merantau ke Pekanbaru. Meski dimasak jauh dari tanah asalnya, keaslian makanan ini dijamin seratus persen oleh Jarani. Apalagi, dia memang orang Pariaman yang juga turut merantau di tanah bertuah ini.
“Di sini ada lima sampai tujuh warung katupek gulai tanjung yang masih berjualan, sementara di daerah lainnya di Pulau Sumatera sangat sulit ditemukan,” ujar Ibu Jarani.
Makanan yang biasanya disantap kala sarapan ini satu porsinya djual dengan harga Rp. 10 ribu. Nikmatnya katupek gulai tunjang akan menjemput sempurnanya jika dilengkapi dengan teh talua (teh telur) yang merupakan minuman khas dari Ranah Minang.
Sesuai dengan namanya, teh talua merupakan teh yang dicampur dengan kuning telur, gula, dan susu. Mulanya kuning telur diaduk hingga warnanya menjadi keputihan dan berbusa. Selanjutnya, teh diseduh menggunakan air panas dan dicampur dengan susu dan kuning telur yang sudah diaduk tadi. Untuk menghilangkan aroma telurnya, biasanya teh talua juga dicampur dengan sedikit jeruk nipis. Minuman ini dipercaya dapat bermanfaat untuk meningkatkan energi. Teh talua masih banyak di temukan di Kota Padang dan daerah-daerah lainnya dengan harga Rp. 6 ribu.
Selain teh talua, juga ada makanan pelengkap lain untuk menikmati katupek gulai tunjang. Sebut saja sala lauak, keripik balado, atau kerupuk jangek (kerupuk kulit). Semuanya bisa disajikan satu piring bersamaan dengan katupek gulai tunjang.
Jika sedang mampir atau berada di kota Pekanbaru, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi satu paket kenikmatan dari masakan tradisional yang bertempat di Warung Mak Angah, Jalan Nenas Nomor 18 Sukajadi, Pekanbaru ini. Dijamin, lamak bana!
Comments with Facebook