Kalimantan masih menggeliat. Setelah melakukan aksi blokade batu bara dari Kalimantan ke Jawa pada Mei 2012 lalu, kini aksi kembali dilakukan. Hanya saja, kali ini aksi dilakukan bukan di teritori Kalimantan, tetapi di Jakarta, dengan fokus pada pemenuhan energi listrik.
Aksi yang dilakukan oleh Forum Peduli Banua ini, Jumat (12/10), terkait dengan kondisi Kalimantan. Fakta hari ini, seluruh wilayah Kalimantan selalu mengalami mati listrik. Padahal, Kalimantan memiliki kandungan energi yang amat besar.
Sampai hari ini, Kalimantan atau yang sering disebut Borneo memang tidak menikmati kandungan energi tersebut dengan layak. Dalam petisi yang disampaikan Forum, disebutkan bahwa lebih dari 73 persen produksi batu bara di Kalimantan Selatan dipasok untuk kebutuhan luar negeri. Sisanya, yakni 27 hingga 29 persen, digunakan untuk kebutuhan dalam negeri, yang sebagian besar digunakan untuk memasok konsumsi energi di Pulau Jawa, dan sisanya untuk Sumatera, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan sendiri.
Terkait otonomi daerah, koordinator Forum Peduli Banua, Ibnu Sina, mengatakan bahwa konsep tersebut tidak jelas. Dia menyebut otonomi daerah sebagai otonomi setengah hati.
“Anggaran semua masih di pusat. Seharusnya semua dipegang di daerah. Ini otonomi setengah hati. Otonomi kita ini ibarat kepalanya dilepas, buntutnya dipegang. Hampir semua urusan masih dipegang pusat. Jadi otonomi macam apa yang kita inginkan? Apakah dengan bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), kami harus diperlakukan tidak adil seperti ini? Kalau pemerintah pusat adil, kami kan seharusnya tidak perlu datang ke sini,” tanda Ibnu.
Sebelumnya, Rapat Koordinasi Asosiasi DPRD Provinsi wilayah Kalimantan sudah memutuskan untuk menggugat pemerintah Indonesia atas ketidakadilan pembangunan yang dirasakan masyarakat Kalimantan.
“Kalimantan menuntut pembangunan sarana dan prasarana listrik, dengan mempertimbangkan kebutuhan riil masyarakat dan industri hingga 10-20 tahun ke depan. Bukan byar pet seperti sekarang,” ujar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Selatan, Nasib Alamsyah, seperti dilaporkan oleh Kalimantan Post edisi Rabu, 25 April 2012.
Tak hanya Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur juga sudah melakukan gugatan atas ketidakadilan yang dideranya. Kalimantan Timur melakukan judicial review atas sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ke Mahkamah Konstitusi. Namun, pada 12 September 2012, Mahkamah menolak uji materi tersebut.
Forum Peduli Banua sendiri merupakan perkumpulan nirlaba yang beranggotakan warga Kalimantan Selatan, baik di negeri sendiri maupun di perantauan. Forum ini berfungsi untuk memfasilitasi pemerintah Kalimantan Selatan maupun masyarakat Kalimantan Selatan dalam mencarikan solusi bersama untuk memajukan dan mensejahterakan kehidupan masyarakat Kalimantan Selatan. Dalam aksinya, Forum ini dihadiri oleh pemuda dan sejumlah mahasiswa yang datang langsung dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, seperti Universitas Lambung Mangkurat, pun perantauan yang sedang kuliah di Universitas Islam Negeri Hidayatullah, Jakarta.
Saat aksi ini dilakukan, tak tampak ada partai politik yang pada pemilihan umum mendapatkan suaranya di Kalimantan, termasuk Kalimantan Selatan.
Berikut adalah petisi yang dikeluarkan oleh Forum Peduli Banua.
Petisi Gugatan Rakyat Kelimantan
Menggugat Pemenuhan Energi Listrik Kalimantan Selatan
Jakarta, 12 Oktober 2012
Gugatan Kepada Pemerintah Pusat.
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami yang bertanda tangan di bawah ini, masyarakat Kalimantan Selatan yang menyatakan gugatan Pemenuhan Energi Listrik Kalimantan Selatan.
Lebih dari 73% produksi batubara di Kalimantan Selatan dipasok untuk kebutuhan luar negeri, sisanya yakni 27% hingga 29% digunakan untuk kebutuhan dalam negeri, sebagian besar memasok konsumsi energi dan industri di Jawa, sisanya untuk Sumatera, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan sendiri. Saat ini, setiap hari penduduk dipaksa untuk mengalami giliran mati lampu karena kurangnya pasokan listrik. Pemerintah tidak peduli atas pemenuuhan energi listrik Kalimantan Selatan, mereka lebih memilih memenuhi kebutuhan asing dan Pulau Jawa.
Saat ini dari 1990 desa di Kalimantan Selatan, ada 162 desa yang belum teraliri listrik. Warga yang dibekap gelap ini hanya bisa menyaksikan cahaya benderang dari lubang-lubang tambang yang terus dikeruk selama 24 jam.
Pemenuhan energi listrik bagi masyarakat Kalimantan Selatan tidak sepadan dengan produksi bahan baku yang dihasilkannya. Pembangunan Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU) Asam-Asam ternyata tidak mampu menjawab persoalan krisis energi di banua. Pembangunan unit 3-4 PLTU Asam-Asam tidak kunjung selesai dan telah melampaui deadline selama satu tahun.
Kami meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi pembangunan PLTU Asam-Asam. Kami juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk proaktif menyelidikinya agar terang benderang uang rakyat yang digunakan untuk membangun PLTU itu.
Tidak optimalnya pasokan energi untuk memenuhi kebutuhan rakyat, dan buruknya kualitas dan juga kuantitas energi yang dirasakan oleh rakyat Kalimantan Selatan, tidaklah membuat Pemerintah Pusat menyelesaikan krisis listrik di Kalimantan Selatan, tetapi malah terus membiarkan dan menikmati eksploitasi batubara yang menghabiskan isi perut Bumi Kalimantan Selatan. Kondisi ini sangat kontradiktif dengan kondisi di Pulau Jawa, terutama Jakarta yang terang benderang.
Atas dasar hal tersebut maka kami mendesak Pemerintah Pusat untuk:
Segera memenuhi terpenuhinya kebutuhan energi listrik rakyat Kalses yang sudah menderita akibat byar-pet dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Demikian gugatan ini dibuat dari sebuah keprihatinan yang mendalam terhadap kondisi masyarakat Kalimantan Selatan yang selalu saja kekurangan energi listrik dan pada posisi yang sangat dirugikan dengan adanya kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang eksploitatif dan jauh dari asas keadilan.
Jakarta, 12 Oktober 2012
Sekretariat Forum Peduli Benua.
Comments with Facebook