
Malam itu, 27 Juni 2012, suasana khidmat mewarnai setiap zikir dan doa yang dilantunkan bersama di Rumah Melayu Kalimantan Barat di Pontianak. Di sana ada haru yang mendesak dalam batin setiap bumiputra Borneo Barat. Ingatan tentang Jepang merebak, yang pada 68 tahun silam melakukan pembantaian massal terhadap satu generasi; leluhur-leluhur mereka.
Pontianak adalah negeri panas. Ia bermula dari peluru meriam yang ditembakkan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie pada 1771 Masehi. Peluru yang jatuh di antara tiga ruas persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak itu kemudian menjadi batas teritorial Pontianak. Dan Syarif kemudian menjadi pendiri sekaligus sultan pertama Kesultanan Pontianak yang berada di tepi barat Pulau Borneo atau Kalimantan.
Sejak berabad-abad silam, ada dua entitas bumiputra yang hidup berdampingan, beradab, dan harmonik di Borneo Barat. Mereka adalah Melayu dan Dayak, yang kemudian ditambah dengan Tionghoa (Cina) yang jauh hari sudah dianggap sebagai saudara tua.
Keberagaman yang ada ini tumbuh dan berkembang di alas identitas Pontianak sebagai negeri Melayu – yang merupakan kesultanan Melayu termuda pada zamannya di Kepulauan Melayu (the Malay Archipelago). Di bawah Kesultanan Pontianak, kemajuan pemerintahan dalam berbagai aspek berkembang dalam rezim masing-masing sultan. Pontianak berkembang menjadi pusat perdagangan, pemerintahan, dan peradaban di Borneo Barat. Dalam berbagai naskah sejarah, perjalanan panjang negara berbentuk kesultanan ini menunjukkan suatu peradaban yang di dalamnya termasuk peradaban intelektualitas, gagasan modernisasi, strategi perdagangan, pemerintahan, dan politik.
Di kemudian hari, banyak negara atau entitas lain yang mengadopsi gagasan-gagasan intelektual Pontianak. Indonesia, misalnya, yang mengadopsi kerangka pondasi pengadilan agamanya dari Mahkamah Syariah Kesultanan Pontianak (Sultan, Pahlawan dan Hakim, 2011, Henri Chambert-Loir).
Gagasan-gagasan semacam itu adalah bagian dari khazanah besar kebudayaan-sejarah Pontianak yang dapat terus digali berdasarkan data. Ia tak boleh dilupakan, seiring pernyataan ‘takkan melayu hilang di bumi’. Modernisasi di Pontianak sejatinya tak datang begitu saja, tetapi rangkaian dari apa yang sudah diperbuat oleh para pendahulu. Tujuh generasi sultan di Kesultanan Pontianak adalah cermin dari pemerintahan dan kedaulatan yang membangun peradaban.
Ihwal Sang Penggagas Negeri (Kilas Balik Sejarah)
Dalam periode yang panjang, bentuk negara Pontianak adalah kesultanan dengan sistem pemerintahan aristokrasi absolut Islam. Ini menegaskan identitas bahwa Pontianak adalah negeri Islam. Sebab, pancang pertama bangunan yang dialaskan di bandar negeri adalah tiang fondasi masjid.
Hari ini masjid itu bernama Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman. Itulah bangunan pertama di Pontianak. Letak masjid ini berdekatan dengan Istana Qadriyah, yang tak jauh dari simpang Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Di sebelah utara negeri Pontianak, terdapat Tugu Khatulistiwa yang berada tepat di garis lintang nol derajat bumi, yang juga berdekatan dengan makam para wali dan atau sultan-sultan Pontianak.
Syarif Abdurrahman Al-Qadrie adalah anak dari seorang pendakwah asal negeri Trim di Hadramaut-Yaman Selatan yang bernama Habib Husein Al-Qadrie. Habib Husein Al-Qadrie dan ketiga kawannya menyebar dakwah Islam di Kepulauan Melayu. Konon, dia adalah keturunan dari ahlul bait, yaitu darah terdekat dari Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
Hal tersebut dapat dilihat dari zuriyat (silsilah) yang terbukti, mulai dari pasangan Khalifah Ali bin Abu Thalib dan Fatimah (putri Nabi Muhammad) yang memiliki anak bernama Hasan dan Husein, dan kemudian turun ke Ali Zainal Abidin, anak dari Husein bin Ali bin Abu Thalib. Garis keturunan ini berlanjut hingga ke Habib Husein Al-Qadrie, Syarif Abdurrahman Al-Qadrie, dan para keturunannya. Merekalah yang dikenal sebagai para wali.
Sejak Syarif Abdurrahman Al-Qadrie menemukan tanah khatulistiwa pada 1771 M, dia menjadikan tanah itu sebagai tempat pemukiman. Pada 1778 M, gelarnya sebagai Sultan ditabalkan di hadapan beberapa penguasa negeri di Kepulauan Melayu ini. Sultan Raja Haji, penguasa Kesultanan Riau-Lingga, misalnya, pun turut hadir. Begitu juga pemimpin dari sejumlah kerajaan, termasuk Matan, Sukadana, Kubu, Simpang, Landak, Mempawah, Sambas, Banjar, dan lainnya.
Pada masa itu, negara Kerajaan Belanda, melalui Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) atau Perusahaan Dagang Kerajaan Belanda untuk Hindia Timur, mencoba bekerjasama dengan kerajaan-kerajaan di Borneo Barat. Pada Juli 1779 M, perusahaan dagang itu mengirim Komisaris VOC, Willem Adriaan Palm, ke Pontianak untuk mendirikan perwakilan dagang dan bekerjasama dengan Kesultanan Pontianak dalam hal dagang, pemerintahan, modernisasi bangsa, dan konfederasi negara/kerajaan dengan negara Kerajaan Belanda.
Palm kemudian digantikan oleh Wolter Markus Stuart yang bertindak sebagai Resident van Borneo’s Wester Afdeling I (1779-1784 M) dengan kedudukan di Pontianak. Semula, Sultan Syarif Abdurrahman menolak tawaran kerjasama dengan negeri asing dari Eropa itu. Namun setelah utusan itu datang untuk kedua kalinya, Syarif menerima Belanda sebagai rekan persemakmuran dengan tangan terbuka.
Pada 1 Muharam 1223 H, atau 1808 M, Sultan Syarif Abdurrahman wafat. Dia dimakamkan di Batu Layang, Pontianak. Selanjutnya, Syarif Kasim Al-Qadrie (1808-1819) naik tahta menjadi Sultan Qadriyah Pontianak II menggantikan ayahnya. Di bawah kekuasaan Sultan Syarif Kasim, Kesultanan Pontianak semakin mempererat kerjasama dengan Kerajaan Belanda dan kemudian Kerajaan Inggris sejak 1811 M.
Setelah Sultan Syarif Kasim wafat pada 25 Februari 1819, Syarif Usman Al-Qadrie (1819-1855) naik tahta sebagai Sultan Pontianak III. Pada masa kekuasaan Sultan Syarif Usman, banyak kebijakan bermanfaat yang dikeluarkan olehnya, termasuk dengan meneruskan proyek pembangunan Masjid Jami’ pada 1821 M dan Istana Qadriyah pada 1855 M. Pada April 1855, Sultan Syarif Usman meletakkan jabatannya sebagai sultan Pontianak dan kemudian wafat pada 1860 M.
Anak tertua Sultan Syarif Usman, Syarif Hamid Al-Qadrie (1855 M-1872 M), kemudian dinobatkan sebagai Sultan Pontianak IV pada 12 April 1855. Dan ketika Sultan Syarif Hamid wafat pada 1872 M, putra tertuanya, Syarif Yusuf Al-Qadrie (1872 M-1895 M) naik tahta sebagai Sultan Qadriyah Pontianak V beberapa bulan setelah ayahandanya wafat. Sultan Syarif Yusuf dikenal sebagai satu-satunya sultan yang paling sedikit mencampuri urusan pemerintahan. Dia lebih kuat berpegangan dan berurusan pada aturan agama, sekaligus merangkap sebagai penyebar agama Islam. Ia adalah ulama besar yang dimiliki Pontianak, yang diketahui sempat menulis kitab suci Al-Qur’an dengan tangannya sendiri.
Zaman pemerintahan Sultan Syarif Yusuf berakhir pada 15 Maret 1895. Dia digantikan oleh putranya, Syarif Muhammad Al-Qadrie (1895 M-1944 M) yang dinobatkan sebagai Sultan Pontianak VI pada 6 Agustus 1895. Pada masa ini, hubungan kerjasama Kesultanan Pontianak dengan Belanda semakin erat dan kuat. Masa pemerintahan Sultan Syarif Muhammad merupakan masa pemerintahan terpanjang dalam sejarah Kesultanan Pontianak.
Sultan Syarif Muhammad sangat berperan dalam mendorong terjadinya perubahan (modernisasi) di Pontianak. Dalam bidang sosial dan kebudayaan, dia adalah orang yang pertama kali berpakaian kebesaran Eropa di samping pakaian Melayu, Telok Belange, sebagai pakaian resmi. Dia juga orang yang menyokong majunya bidang pendidikan serta kesehatan.

Di sektor ekonomi, selain dengan negara Kerajaan Belanda, Sultan Syarif Muhammad juga menjalin perdagangan dengan banyak negara atau komunitas lain. Sebut saja Riau, Palembang, Batavia, Banten, Demak, Banjarmasin, Singapura, Johor, Malaka, Hongkong, serta India. Selain itu, dia juga mendorong masuknya modal swasta Eropa dan Cina, serta mendukung bangsa Melayu dan Cina mengembangkan perkebunan karet, kelapa, dan kopra serta industri minyak kelapa di Pontianak. Sementara dalam aspek politik, sultan memfasilitasi berdiri dan berkembangnya organisasi-organisasi politik, baik yang dilakukan oleh kerabat kesultanan maupun tokoh-tokoh masyarakat.
Di zaman pemerintahannya, Sultan Syarif Muhammad banyak berkunjung ke berbagai negeri. Pada Januari 1937, dia diundang ke negara Kerajaan Belanda dalam rangka pernikahan Ratu Juliana Louise Marie Wilhelmina van Oranje-Nassau dengan Bernhard zur Lippe Biesterfeld. Ratu Juliana adalah anak dari ratu Wilhelmina (ratu Kerajaan Belanda). Sultan Pontianak hadir bersama-sama dengan para sultan dari Kepulauan Melayu, seperti sultan Kutai, sultan Langkat, sultan Deli, sultan Ternate, dan sultan lainnya.
Era kekuasaan Sultan Syarif Muhammad redup seketika seiring kedatangan Jepang ke Pontianak pada 1942. Hadirnya bala tentara fasis Jepang, yang menjadi rekan dari fasis Jerman dalam hasratnya menguasai Asia dan Eropa, menjadi petaka bagi Kesultanan Pontianak yang dekat dengan Belanda dan Inggris (lihat Membaca Ulang Pahlawan Kita).
Pada 24 Januari 1944, karena dianggap memberontak dan bersekutu dengan Belanda, Jepang menghancurkan Kesultanan Pontianak. Tak hanya melakukan penangkapan-penangkapan, Jepang juga melakukan penyiksaan dan pembunuhan massal terhadap ribuan orang Pontianak. Pada 28 Juni 1944, Jepang menghabisi Sultan Syarif Muhammad beserta keluarga dan kerabat kesultanan, pemuka adat, cerdik pandai (ilmuwan), dan tokoh masyarakat Pontianak, pun para sultan lain dan masyarakat lain di Kalimantan Barat. Tragedi berdarah ini kemudian dikenal dengan sebutan ‘Peristiwa Mandor’.
Jenazah Sultan Syarif Muhammad baru ditemukan pada 1946 oleh putranya yang bernama Syarif Hamid Al-Qadrie. Syarif Hamid bisa selamat dari genosida itu karena tidak sedang berada di Pontianak. Saat itu dia menjadi tawanan perang Jepang di Batavia sejak 1942 dan bebas pada 1945. Kelak, Hamid merupakan sultan terakhir dari dinasti Kesultanan Pontianak.
Berakhirnya kekuasaan Sultan Syarif Muhammad karena Peristiwa Mandor itu menciptakan kekosongan pada pemerintahan Pontianak. Dalam kewajibannya sebagai putra mahkota, pun atas permintaan rakyat, Hamid kembali ke Pontianak dan ditabalkan menjadi sultan Pontianak VII (1945-1978) pada 29 Oktober 1945. Dia bergelar Sultan Syarif Hamid II, atau lebih dikenal dengan nama Sultan Hamid II.
Di bawah Sultan Hamid II ini pulalah Pontianak, dan Kalimantan Barat, bergabung dengan negara baru bernama Republik Indonesia Serikat. Pada negara baru itu, politisi ulung di Kepulauan Melayu ini juga dikenal sebagai presiden Negara Kalimantan Barat (Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat) pada 1947-1950. Tak hanya itu, Hamid juga yang merancang lambang negara baru tersebut berupa gambar elang rajawali garuda pancasila. Selain sebagai Ketua Perhimpunan Musyawarah Federal (Bijeenkomst voor Federaal Overleg, BFO) pada 1949, yang berisikan sebagian dari negara-negara di Kepulauan Melayu, dia kelak juga menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio di Kabinet Republik Indonesia Serikat.
Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie dan Peristiwa Mandor
68 tahun yang lalu (1944), Borneo Barat bersimbah darah oleh Jepang. Korban yang terbunuh mungkin dapat dikatakan sebagai yang paling besar persentasinya jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pada masa itu di daerah lain. Banyak data yang menyebutkan jumlah korban terbunuh mencapai angka puluhan ribu manusia.
Menurut pengakuan Kiyotada Takahashi, Presiden Marutaka House Kogyo Co. Ltd, yang dulu pernah bertugas sebagai salah seorang opsir bala tentara Jepang di Kalimantan Barat, jumlah korban tersebut mencapai angka 21.037 orang. Kemudian disampaikan pula dari kesaksian Yamamoto, seorang Kepala Kempeitai di Borneo Barat, bahwa jumlah korban mencapai angka sekitar 50 ribu orang. (Peristiwa Mandor Berdarah, 2009, Syafaruddin Usman).
Surat Kabar Borneo Sinbun di Pontianak, 1 Juli 1944, memberitakan tentang dihukum matinya 48 tokoh yang disebut-sebut sebagai kepala-kepala komplotan yang sedang mempersiapkan rencana untuk menggerakkan perlawanan bawah tanah terhadap pasukan Jepang yang ada di Borneo Barat. Mereka beserta yang lainnya ditembak mati pada 28 Juni 1944 dengan tidak disebutkan dimana hukuman mati itu dilaksanakan dan dimana jenazah para korban dimakamkan.
Pinggiran Kota Mandor, sebuah kota kecil di Kabupaten Pontianak kini, yang terletak 88 kilometer dari Kota Pontianak, belakangan diketahui sebagai salah satu tempat dimana sebagian korban dikubur secara massal. Saat ini, di daerah tersebut terdapat monumen sejarah yang dinamakan Makam Mandor, yang merupakan penanda terhadap aneksasi pasukan pendudukan Jepang dan menjadi saksi jatuhnya banyak korban di Borneo Barat, antara 1942-1945. Tanggal 28 Juni pun diperingati sebagai hari berkabung untuk seluruh masyarakat Borneo Barat.

Fakta tragis ini tak saja menunjukkan kebrutalan Jepang, tetapi juga keberanian Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie dan para tokoh masyarakat, meski kemudian harus berkalang tanah. Dia memperjuangkan marwah Borneo Barat atas kedaulatan Federasi Borneo Barat, yang terdiri dari kerajaan-kerajaan Melayu di Borneo Barat.
Untuk menemukan jenazah ayahnya, Sultan Hamid II menginterogasi sisa-sisa perwira Jepang yang masih berada di Pontianak dan juga memburu kesaksian-kesaksian masyarakat. Saat itu, konon, jenazah sang ayah masih terbungkus rapi di dalam tanah, pun dengan jasadnya. Jenazah sultan pun kemudian diangkat dan dimakamkan kembali dengan upacara kebesaran di pemakaman keluarga Kesultanan Qadriyah Pontianak di Batu Layang.
Pada 27 Rajjab, atau 17 Juni 2012 lalu, masyarakat pun melangsungkan haul atas wafatnya Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie di Istana Qadriyah Pontianak. Menjadi syuhada adalah pilihan hidup Sultan Pontianak ke-VI itu. Peringatan peristiwa berdarah itu diperingati dalam sebuah kedukaan yang mendalam.
Pontianak hari ini bukan lagi Negeri Pontianak berdaulat yang terbangun oleh tangan para wali/ulama dan atau para sultan. Pontianak hari ini telah menjadi daerah dari negara Indonesia, yang gagasannya berasal dan datang dari tanah seberang. Bahkan, kini Pontianak hanya disebut sebagai ‘luar Jawa’. Dahulu Pontianak tak kenal Indonesia. Namun, sekarang bendera Indonesia, merah putih, yang berbeda sedikit dari bendera Belanda, merah putih biru, berkibar di tanah khatulistiwa. Menerabas bendera bulan bintang (berwarna Kuning dan Hijau), bendera asli negeri Pontianak.
Meski demikian, tanggung jawab membuka tabir sejarah tidak menjadi tanggung jawab otoritas sentral pemerintah Indonesia. Ia menjadi tanggung jawab anak negeri Pontianak, yang seharusnya membuka kembali sejarah tanah dan lumpur darimana ia berasal. Sebab, sudah banyak luka di Pontianak yang dilakukan oleh orang-orang luar. Selain diserbu oleh pekerja-pekerja dari luar yang ditempatkan oleh penguasa, Sultan Hamid II juga telah dijatuhi hukuman melalui segala macam konspirasi politik dan hukum.
Rumah, Kampung Halaman, dan Tanah Air
28 Juni (1944-2012) diperingati sebagai hari berkabung Peristiwa Mandor untuk seluruh masyarakat Borneo Barat, termasuk Pontianak. Namun, ada yang paradoks di sini. Negara Indonesia menginstruksikan masyarakat Borneo Barat untuk mengibarkan bendera merah putih sebagai tanda peringatan di hari tersebut. Padahal, Pontianak dan Borneo Barat pada hari itu belum bergabung dan menjadi Indonesia. Kalimantan barat memiliki kedaulatannya sebagai negara yang tegak berdiri sendiri.
Namun demikian, hal yang sesederhana itu, tapi krusial, tak dipahami oleh sejumlah pihak saat ini. Padahal, yang patut berkibar adalah bendera-bendera kesultanan-kesultanan atau negara Kalimantan Barat. Tak ada konteks yang mengaitkan secara mendasar kejadian itu dengan Indonesia. Sebab, dulu Borneo Barat tak mengenal Indonesia, pun karena Indonesia juga memang belum ada.
Konstelasi politik pada akhir 1940-an menjadi tumpuan titik pertama dalam korelasi keduanya: Kalimantan Barat dan Indonesia. Kedaulatan sebuah negara dalam bentuk apapun patut ditilik legalitas aspek politik dan tentu “the rule of law”. Namun, itu sebuah esensi yang harus dicari hari ini. Jelas prosesi kedaulatan identitas itu menjadi penting untuk mengetahui bahwa siapa kita hari ini dan dari mana kita berasal. Cerita umum yang diketahui tentang darimana asal Pontianak, banyak yang mengetahui. Namun, validitas data hasil dari “riset” patut diperdebatkan.
Kesultanan Pontianak dikenal sebagai sekutu negara Kerajaan Belanda. Perspektif sepihak berpendapat bahwa itu artinya ‘bekerjasama dengan penjajah’. Gambaran itu menurut sejumlah pihak hari ini merupakan hal yang tidak nasionalis. Namun, perlu diperdebatakan kembali paradigma tak mendasar semacam itu. Kepentingan sebuah negara dalam membangun kerjasama dengan asing atau siapapun, tentu tak berarti melepas kedaulatan faksi dan strategi wilayah.
Tuduhan ‘bekerjasama dengan penjajah’ adalah sepihak dan artifisial, dan lebih mengarah propaganda atas sekelumit kepentingan. Pernyataan itu harus diperjelas berasal dari perspektif siapa. “Usul menunjukkan asal”, kata orang Melayu. Sebab, dalam ingatan Pontianak, hal itu hanya bisa diucapkan oleh bala tentara Jepang, dan sekutunya, yang memang amat memusuhi Belanda. Lain halnya dengan dahulu, dimana siapapun dapat bekerjasama dengan pihak manapun yang juga berdaulat, untuk kemajuan bangsa dalam semua aspek yang ditentukan.
1949-an adalah sebuah titik balik sejarah dalam perjalanan Pontianak – Borneo Barat yang berdaulat ketika ia bergabung dengan Indonesia. Akan tetapi, patut juga diluruskan narasi mengenai cara-cara masuknya Indonesia di tanah Pontianak dan Borneo Barat.

Hari itu, setelah Peristiwa Mandor Berdarah tahun 1944, Borneo Barat kehilangan banyak kaum intelektualnya. Terbunuhnya para sultan, dokter-dokter, guru-guru, para cerdik pandai (ilmuwan), ulama-ulama, dan lainnya menyebabkan sistem pemerintahan Federasi Borneo Barat goyah tanpa penopang. Setelah sekutu berhasil memukul mundur Jepang di Kepulauan Melayu, Sultan Hamid II yang baru bebas dari tawanan Jepang segera kembali ke Pontianak.
Ketika menjadi sultan Pontianak karena menggantikan ayahnya yang gugur, Hamid berusaha membenahi kekacauan yang ada. Dia mulai mengumpulkan para putra mahkota sultan di Borneo Barat, dan pada 1946 membentuk sebuah federasi negara bernama Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) sebagai Daerah Otonom (negara yang tegak berdiri sendiri) yang terdiri dari tiga belas negara kerajaan/kesultanan dan tiga neo negara kerajaan. Dia kemudian menjadi kepala daerah istimewa itu sejak 1947 sampai 1950.
Ikatan Federasi di Borneo Barat itu juga memiliki hubungan persemakmuran dengan negara Kerajaan Belanda. Hamid juga membentuk Bijeenkomst Voor Federaal Overleg (BFO), atau Perhimpunan Musyawarah Federal, bersama sejumlah tokoh politik negara-negara atau daerah-daerah otonom tetangga dari Pulau Kalimantan, Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, Bali. Perhimpunan ini lahir dalam Pertemuan Musyawarah Federal di Bandung pada 15-18 Juli 1948.
Di Perhimpunan Musyawarah Federal, Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat sekaligus Ketua Perhimpunan Musyawarah Federal itu aktif dalam politik nasional Hindia Belanda. Ada gagasan lebih besar yang ingin diperjuangkannya, yaitu sebuah negara yang lebih besar dalam bentuk federal. Negara-negara yang ada kala itu di Kepulauan Melayu akan memperkuat basis persatuan ketika berada dalam sebuah bentuk negara baru.
Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Jawa Tengah, Negara Jawa Timur, Negara Pasundan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Banjar, Bangka, Belitung, Dayak Besar, dan banyak lainnya bertemu dalam momentum pembahasan persatuan bangsa. Tak ketinggalan negara Republik Indonesia yang basis negaranya berada di Yogyakarta.
Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949 meloloskan kepentingan para pemimpin negara-negara di Kepulauan Melayu ini. Ada dua pihak yang menyerahkan kedaulatannya pada negara baru bernama Republik Indonesia Serikat dalam Konferensi Meja Bundar itu, yakni negara Kerajaan Belanda dan negara Republik Indonesia-Yogyakarta.
Akan tetapi, setelah Repubik Indonesia Serikat berdiri, yang salah satunya ditandai dengan penyerahan pasukan dari negara-negara bagian kepada pasukan federal, negara Republik Indonesia-Yogyakarta melakukan perluasan diri. Negara-negara bagian lain dibubarkan dan dimasukkan ke dalam negara Republik Indonesia yang sebelumnya sederajat sebagai sesama negara bagian. Dan bentuk negara federalisme/persatuan pun dibubarkan dan diganti menjadi negara unitarisme/kesatuan. Dari negara Republik Indonesia Serikat menjadi negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam perspektif Pontianak, arogansi yang dianggap datang dari Yogyakarta ini sampai pula menerabas kedaulatan kekuasaan yang ada di Pontianak dan Borneo Barat. Pada 1950, Sultan Hamid II sebagai sultan yang sah dari Kesultanan Pontianak dan Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara oleh Menteri Pertahanan Republik Indonesia Serikat Sultan Hamengkubuwono IX atas izin Jaksa Agung Tirtawinata. Tuduhannya adalah hendak melakukan makar, dimana alasan tersebut dapat ditilik sebagai suatu konspirasi negara (lihat Sultan Hamid II, Meneroka Akar Perkara Makar).
“Pembentukan negara nasional, apakah dari sisi sejarah merupakan perkembangan dari negara menjadi bangsa atau dari bangsa menjadi negara, dibebani dengan kerumitan berbagai proses dan kemelekatan berbeda. Sebagaimana diamati, salah satu konsekuensi dari kerumitan ini adalah banyak negara nasional berisikan kemelekatan regional yang dideklarasikan atau bahkan oleh bangsa lain. Sekali lagi, hubungan teritorial dari bangsa secara budaya hanya relatif seragam,” tulis Steven Crosby dalam bukunya Nationalism (2009).
Negara barangkali secara bebas didefinisikan sebagai struktur yang, melalui institusi, mengaplikasikan kedaulatan atas wilayah dengan menggunakan hukum yang menghubungkan para individu dan komunitas di dalam wilayah tersebut satu sama lain sebagai anggota negara. Namun, apakah Pontianak-Borneo Barat memiliki sejarah koneksitas dengan pulau Jawa/Yogyakarta sejak dulu dalam hubungan kedaulatan kewilayahan? Jelas tidak. Barangkali hanya dalam perdagangan, dan lainnya. Hubungan legal dan politik dari negara Pontianak dan Borneo Barat secara analitikal jelas berbeda dengan faksi yang lainnya.
Negara Pontianak – Borneo Barat dahulu jelas memiliki kedaulatan wilayah atau yurisdiksi. Sebab, penerapan kedaulatan negara melibatkan penyebarluasan hukum di seluruh wilayah yang dikendalikan tersebut, karenanya mengikutkan berbagai wilayah ke dalam regulasi hukum negara. Selain itu, keefektifan pemerintahan tergantung pada standarisasi komunikasi, bahasa dan tulisan di seluruh wilayah di bawah otoritas negara.
Lapisan dari banyak lapisan kesadaran diri ialah rumah, kampung halaman, dan tanah air. Pontianak, serta Borneo Barat, memiliki semua relasi itu. Dan hari ini kedaulatan tersebut diterabas oleh bentuk baru Indonesia: Indonesia yang unitaris.
Comments with Facebook
Bismillaah.
Assalamu’alaikum Kalimantan Barat,
Berdasar sejumlah info yang saya dapat terkait Peristiwa Mandor dan Sultan Syarif Muhammad al-Qadri(e), saya setuju jika Peristiwa Mandor / Hari Berkabung Daerah diperingati / dikenang menjadi peristiwa nasional sejajar dengan Hari Pahlawan. Pertimbangan saya adalah : peristiwa Mandor melibatkan banyak orang sekaligus beragam latar belakang. Sekaligus jumlah korban terkait Peristiwa Mandor dengan Hari Pahlawan relatif beda tipis, sama-sama mencapai / menembus angka 20.000 orang tewas.
Terkait dengan itu, saya harap Sultan Syarif Muhammad al-Qadri(e) (dan sejumlah tokoh korban akibat Peristiwa Mandor) ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Moment-nya untuk tahun ini tepat, peristiwa tersebut terjadi 75 tahun yang lalu. Atau paling lambat tahun 2020 Peristiwa Mandor ditetapkan sebagai hari besar nasional – walau tidak harus libur nasional – sekaligus Sultan Syarif Muhammad al-Qadri(e) ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Tahun 2020 bertepatan dengan 75 tahun akhir Perang Dunia-2/Kapitulasi Jepang sekaligus 75 tahun Proklamasi Kemerdekaan RI sekaligus 75 tahun Hari Pahlawan.
Demikian saya sampaikan harapan ini, semoga menjadi kenyataan.
Wassalaamu’alaikum.
Indra Ganie al-Hindi al-Bantani.
JEPANG, (MANTAN) PENJAJAH YANG CENDERUNG TERLUPAKAN
Oleh : Indra Ganie
Mengenang 75 tahun (1944 – 2019) Peristiwa Mandor. Pembunuhan massal oleh tentara Jepang di Kalimantan Barat.
Mengenang 80 tahun (1939-2019) awal Perang Dunia-2, perang besar yang melibatkan Jepang yang saat itu memiliki kekuatan militer besar.
Ada tersisa suatu kisah “kecil” dari Piala Dunia 2010, seakan menjadi hal rutin jika di antara masyarakat kita memilih kesebelasan negara tertentu sebagai pujaan atau jagoannya. Ada menjagokan Spanyol, ada pilih Italia, ada yang pro Jerman dan lain sebagainya. Tak diragukan lagi bahwa sepak bola adalah jenis olah raga yang paling banyak penggemarnya di kolong langit ini. Event yang berkaitan dengan sepak bola semisal Piala Dunia atau Piala Eropa adalah hal yang sangat ditunggu atau dirindu sebagian besar masyarakat di planet ini.
Ketika pertandingan demi pertandingan dilalui maka semakin semakin banyak kesebelasan yang tersingkir, akhirnya yang maju ke babak final adalah Spanyol dan Belanda. Dan pada akhirnya para penonton – yang tentu saja penasaran – seakan harus memilih satu diantara dua kesebelasan tersebut. Pada titik itu yang menjadi pembahasan masyarakat – termasuk di lingkungan kantor penulis – bukan hanya taktik atau teknik bermain, namun sadar atau tak sadar ada satu hal yang jarang dipedulikan jadi ikut terbawa, yaitu urusan sejarah.
Penulis mendapat kesan, mayoritas orang kantor memilih Spanyol, apa kesan mereka terhadap Belanda? Tercetus dari mulut beberapa orang berpendapat tentang Belanda semisal, “Huh itu penjajah! Kenapa, atau untuk apa mendukung Belanda?” Seakan terlupakan bahwa sejumlah negara peserta Piala Dunia tersebut adalah (mantan) penjajah antara lain Spanyol, Portugal, Inggris dan Jepang, ini hanya untuk menyebut yang pernah “bertualang” atau “bermain” di negeri yang disebut dengan “Indonesia”. Dan yang menarik penulis adalah, pendapat ketus atau sinis tersebut keluar dari mulut orang-orang yang sama sekali tidak pernah mengalami penjajahan Belanda, tapi mengapa kenangan tersebut (masih) begitu dalam tertanam atau kuat teringat pada benak rakyat Indonesia, termasuk pada generasi yang lahir setelah sekian tahun Indonesia merdeka?
Butuh waktu lama bagi penulis mencari jawabannya dan kini penulis mencoba menjelaskannya, walau mungkin kurang sempurna.
Setiap bangsa atau kelompok masyarakat memiliki sejarah dan ingatan bersama (collective memory) tentang apa yang telah dilaluinya di masa silam, tak terkecuali kelompok masyarakat yang disebut “bangsa Indonesia”. Bangsa ini memiliki sejarah yang terbilang panjang – termasuk sejarah penjajahan. Dari sekian fihak yang pernah menjadi penjajah di negeri ini, Belanda adalah penjajah yang paling lama hadir atau bercokol. Inilah yang menyebabkan kenangan bersama yang tertanam dalam atau teringat kuat adalah penjajahan Belanda!
Jika ingin merenung lebih luas lagi, yang sering dikenang sebagai penjajah adalah Eropa, atau “orang Barat” – dan Belanda adalah termasuk mereka. Maka, Barat identiklah dengan penjajah dengan berbagai istilah semisal “imperialis” dan/atau “kolonialis”.
Kenangan tersebut agaknya tidak keliru karena dasarnya kuat, Barat memiliki riwayat penjajahan yang lama dan luas. Diawali oleh Yunani, disambung oleh Romawi, kemudian berlanjut oleh Spanyol. Portugis, Inggris, Belanda, Rusia, Perancis, Italia, Jerman, bahkan Belgia – negeri kecil yang berontak untuk lepas dari Belanda juga tak mau ketinggalan. Penjajahan (lagi) oleh Barat yang dimulai pada abad-16 mencapai puncak kejayaannya pada abad-20, saat Perang Dunia-2 dimulai sekitar 80% planet ini dikuasai Barat – dengan bermacam istilah semisal “koloni”, “persemakmuran” atau “protektorat”. Sungguh “malang” nasib Belanda (atau Barat pada umumnya), citra sebagai penjajah tak pernah lenyap dari ingatan. Cenderung terlupakanlah bahwa Indonesia khususnya – kawasan Asia-Pasifik umumnya – pernah mengalami penjajahan yang “bukan Barat”, yaitu Jepang.
Agaknya Jepang cukup “mujur”, citra sebagai (mantan) penjajah kurang disimak atau diingat. Penjajahan Jepang yang berujung pada kekalahannya akibat Perang Dunia-2 ternyata mengandung hikmah untuk jangka panjang. Penjajahan Jepang yang paling lama adalah diTaiwan – kini dikenal dengan “Republik Cina”, yaitu 50 tahun. Sungguh beda dengan penjajahan Barat, berlangsung selama ratusan tahun – antara lain di Indonesia. Untuk Indonesia, penjajahan Jepang “hanya” berlangsung 3,5 tahun.
Penjajahan Jepang yang terbilang singkat tersebut makin “tertolong” untuk dilupakan dengan fakta bahwa setelah Jepang kalah, Indonesia kembali mengalami kekuasaan Barat. Walau ada proklamasi kemerdekaan dan penegasan dalam konstitusi bahwa wilayah yang disebut “Republik Indonesia” mencakup bekas wilayah Hindia Belanda, namun dengan begitu cepat kekuatan kolonial Barat – dengan istilah “Sekutu” – yang merupakan gabungan Persemakmuran Inggris dan Belanda kembali hadir dan merebut sebagian besar wilayah yang dituntut sebagai wilayah Republik Indonesia. Kekuasaan Barat yang sempat pulih pada 1945 di bekas wilayah Hindia Belanda baru berakhir pada 1962, ketika Belanda harus melepas Irian Barat. Dengan kata lain, penjajahan Jepang sudah singkat, terjepit pula.
Fakta tersebut di atas mempengaruhi dunia ilmiah atau akademis, begitu banyak atau relatif mudah menemukan kajian ilmiah, penelitian atau karya tulis tentang penjajahan Belanda / Barat. Begitu sedikit atau relatif sulit menemukan hal serupa tentang penjajahan Jepang. Akibatnya, makin “membantu” memperkuat ingatan bersama bangsa ini tentang penjajahan Barat dan makin mengurangi ingatan tentang penjajahan Jepang. Bagi penulis – yang terbilang gemar sejarah, ada suatu kejenuhan menelusuri sejarah penjajahan Barat dan mulai tertarik menelusuri penjajahan Jepang.
Bahwa penjajahan Jepang terbilang singkat dan terjepit 2 perioda kekuasaan Barat, bukanlah alasan untuk menganggap bahwa perioda tersebut tidak memberi bekas atau pengaruh pada kita. Warisan penjajahan Jepang begitu dekat – bahkan lekat dengan hidup keseharian kita namun cenderung tidak terasa.
Pertama, kemerdekaan yang kini kita rasakan sekaligus negara yang kita miliki. Prosesnya tidak terlepas dari pengaruh Jepang. Pembentukan “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia” dan “Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia” sebagai bagian dari langkah menuju Indonesia merdeka, adalah prakarsa Jepang. Walau jadwal proklamasi kemerdekaan dapat dipercepat dari jadwal yang direncanakan Jepang, jika sudi direnungkan maka sukarlah untuk menghilangkan kesan bahwa Republik Indonesia sekian persennya adalah buatan Jepang. Penyusunan konstitusi yang menjadi dasar penetapan arah, tujuan dan kelengkapan negara jelas berada dalam lingkup 2 organisasi bentukan Jepang tersebut.
Kedua, sistem keamanan lingkungan yang dikenal dengan rukun warga, rukun tetangga, pertahanan sipil (hansip) – yang kini disebut satuan pengaman (satpam). Jepang yang pertama memperkenalkan konsep tersebut. Ada 2 tujuan sekaligus yang ingin dicapai oleh pemerintah Jepang, sebagai bagian dari pengerahan rakyat semesta melawan Sekutu dan upaya mengawasi masyarakat hingga unit terkecil dari kemungkinan subversi, infiltrasi dan sabotase.
Ketiga, barang-barang “made in Japan” yang kini merajai pasaran semisal otomotif. Pada zaman kolonial Belanda, mobil buatan Barat merajai jalanan seantero Hindia Belanda – dan tentu saja jumlahnya tidak seramai sekarang. Nah, coba saksikan sekarang, mungkin 99% mobil dan sepeda motor yang “merajalela” di jalanan adalah merk Jepang semisal Toyota, Daihatsu, Honda dan lain-lain.
Penulis berharap, tulisan sederhana ini merangsang hasrat untuk menelusuri atau meneliti lebih jauh tentang perioda penjajahan Jepang, yang pada gilirannya akan menghasilkan tulisan atau kajian lebih banyak lagi tentang hal tersebut. Penulis menilai bahwa penjajahan Jepang memang singkat tetapi padat. Padat dengan perubahan dan tentu saja padat dengan penderitaan. Sekitar 4.000.000 orang tewas akibat kekejaman dan kelalaian, sungguh tragis dan ironis. Indonesia tak pernah berperang dengan Jepang selama Perang Pasifik (7/12/1941 – 2/9/1945), namun mengalami jumlah korban tewas pada urutan nomor 4 – dibawah jumlah korban tewas yang diderita Polandia yaitu sekitar 6.000.000. Jika Polandia sangat menderita, karena ada perlawanan cukup berat terhadap Nazi. Rakyat Indonesia dibiarkan tak berdaya ketika kolonial Belanda dipaksa menyerah saat Kapitulasi Kalijati 8 Maret 1942 – tanpa perlawanan berarti. Belanda menyatakan perang melawan Jepang namun rakyat Indonesia yang menanggung akibatnya, dan status keadaan perang tersebut masih berlangsung hingga 1958, ketika pemerintah Republik sepakat dengan pemerintah Jepang untuk mengakhirinya. Perjanjian pampasan perang yang merupakan awal terjalin hubungan diplomatik ternyata masih menyisakan masalah. Pampasan perang yang telah dibayar oleh Jepang dengan berbagai skema relatif tidak banyak dinikmati oleh rakyat Indonesia karena praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Belakangan terungkap bahwa perjanjian pampasan perang tersebut belum mencakup segala penderitaan rakyat Indonesia selama pendudukan Jepang (8/3/1942 – 17/8/1945). Dengan berbagai cara pemerintah Jepang mencoba mengelak dari tanggungjawab sejarah yang masih tersisa, atau berusaha memenuhi tuntutan sesedikit mungkin. Makin menyakitkan lagi bahwa pemerintah Republik cenderung diam atau kurang peduli.
Perlu diketahui pula bahwa penjajahan Jepang tidak berhenti pada tahun 1945. Sejak hubungan diplomatik terjalin, sambil membayar pampasan perang dan memberi bantuan dalam bentuk lain Jepang berusaha mencari peluang untuk mempengaruhi atau menguasai Indonesia secara pelan-pelan. Bantuan Jepang untuk Indonesia sebagian besar adalah berbentuk hutang, yang jelas membebani APBN kita – yang semestinya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia.
Berdasar pernyataan tertanggal 7 Maret 2007 dari Jaringan Anti Penjajahan Jepang – gabungan sejumlah organisasi semisal Arus Pelangi, INFID, Koalisi Perempuan Indonesia, Migran CARE – ada sejumlah perilaku “tak pantas” yang dilakukan Jepang khususnya terhadap Indonesia antara lain :
Pertama, Jepang berusaha menutupi kejahatan perang selama perioda 1931-45, khususnya pendudukan di Indonesia 1942-5 yang mencakup antara lain pengerahan secara tipu atau paksa secara masal kaum lelaki untuk kerja paksa (romusha) dan perempuan untuk melayani nafsu “bawah perut” lelaki Jepang (juugun ianfu). Buku pelajaran sejarah cenderung “melembutkan” kisah perang yang dilakukan Jepang sekaligus menampilkan citra Jepang sebagai pembebas Asia dari imperialisme Barat.
Kedua, terkait dengan point pertama, Jepang gigih menolak meminta maaf apalagi memberi ganti rugi yang pantas bagi para korban.
Ketiga, pemberian bantuan yang sebagian besar dalam bentuk hutang sebagaimana telah disebut di atas.
Keempat, hibah barang-barang bekas semisal kereta dan bis. Ini tak lebih merupakan politik “buang sampah” berupa barang bekas. Selain tak lepas dari aroma korupsi, untuk jangka panjang perawatan barang bekas tersebut lebih mahal dibanding beli baru, menimbulkan polusi dan sebagai tambahan menurut penulis adalah pelecehan martabat bangsa karena disodori barang bekas.
Kelima, praktek perdagangan manusia terutama perempuan dengan modus pengiriman tenaga entertainment ke Jepang yang ujung-ujungnya terjerumus ke dunia prostitusi dan penempatan buruh magang yang faktanya dipaksa bekerja penuh waktu dengan tempat yang beresiko relatif tinggi sekaligus dengan upah murah.
Pada 20 Agustus 2007 diteken kesepakatan kemitraan “Indonesia Japan Economic Partnership Agreement” antara Perdana Menteri Shinzo Abe dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dilihat dari istilah “kemitraan” atau “partnership”, mungkin ada rasa kebanggaan karena dari istilah tersebut terkesan ada kesetaraan antar Jepang dengan Indonesia. Tidak ada yang merasa lebih tinggi atau menganggap lebih rendah satu sama lain. Padahal siapapun tahu siapa Jepang dan siapa Indonesia.
Dari pengalaman sejarah, bangsa Indonesia pernah membuat perjanjian dengan bangsa asing antara lain perdagangan – dengan segala dampaknya. Perjanjian dengan bangsa lain bukan ha lasing bagi bangsa ini. Namun, tentu harus difahami bahwa setiap perjanjian perlu dipelajari atau dibahas sejauh mungkin untuk kemanfaatan bersama. Tidak ada yang merasa dirugikan. Perihal perjanjian yang merugikan pun pernah dialami bangsa ini, penyebabnya bisa karena ditipu atau bisa juga dipaksa. Boleh dibilang bangsa ini sudah “kenyang” dengan perjanjian macam itu. Contoh jelasnya, penjajahan yang dialami bangsa ini untuk sekian persennya adalah akibat dari perjanjian yang tidak adil atau tidak jujur .
Terkait dengan IJEPA, menurut tulisan Samsul Prihatno tertangal 20 Agustus 2007 dengan judul “IJEPA Memperkuat ‘Penjajahan’ Jepang Di Indonesia”, ada sejumlah hal yang berpotensi merugikan Indonesia antara lain :
Pertama, IJEPA adalah bentuk strategi mengamankan energi Jepang terutama untuk gas dan batu bara. Hal tersebut dpat mengancam ketahanan energi Indonesia karena gas adalah sumber daya tak terbarukan. Krisis energi yang saat ini tengah mengemuka dalam politik global hendaknya menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk melakukan pengamanan pasokan energi di dalam negeri, untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, pertanian dan industri dalam negeri secara berkelanjutan.
Kedua, komponen peningkatan kapasitas dan asistensi teknis di dalam hubungan “partnership” ini adalah kepentingan Jepang, di mana segala sesuatunya akan didatangkan dan dikelola oleh Jepang. Sementara itu sifat “partnership” ini tidaklah bersifat “dispute mechanism”, artinya Jepang tidak dapat dituntut bila tidak melakukannya. Sementara kesepakatan lainnya bersifat “dispute mechanism”, di mana pihak Indonesia dapat dituntut bila tidak menjalankan disiplin dalam kesepakatan IJEPA ini.
Masih ada sejumlah hal lain yang berpotensi merugikan Indonesia namun penulis cukupkan mengutip 2 hal di atas, intinya IJEPA adalah bentuk baru penjajahan Jepang di Indonesia.
Kesimpulan dari tulisan ini, waspadai perilaku bangsa lain – khususnya Jepang – terhadap bangsa ini. Ingat, ada sekitar 1000 perusahaan Jepang di negeri ini, luangkan waktu meneliti bagaimana keadaan para pegawai bangsa Indonesia. Ingat, Jepang adalah negara donor terbesar bagi Indonesia, cermati bagaimana bentuk bantuan untuk Indonesia. Jangan sampai ada penjajahan jilid 2 dari bangsa mana pun. Indonesia adalah negeri yang menggiurkan karena wilayah luas, alam kaya, letak strategis dan penduduk banyak. Indonesia sejak lama menjadi sumber bahan baku sekaligus sumber pemasaran yang melimpah. Inilah yang diincar oleh penjajah segala zaman
Izinkanlah saya menulis / menebar sejumlah doa, semoga Allaah SWT mengabulkan, antara lain mempercepat kebangkitan INDONESIA, memulihkan kejayaan INDONESIA, melindungi INDONESIA dari bencana. Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘alamiin.
Lebih dan kurang saya mohon maaf. Semoga Allaah SWT selalu mencurahkan kasih sayang kepada INDONESIA. Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘aalamiin.
PEMBUKA
اشهد ان لا إله إلا الله وأشهد ان محمد رسول الله
Asyhaduu anlaa ilaaha illallaah wa asyhaduu anna muhammadarrasuulullaah
أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِِْ
A’uudzubillaahiminasysyaithaanirrajiim
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ
مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin,
Arrahmaanirrahiim
Maaliki yaumiddiin,
Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin,
Ihdinashirratal mustaqiim,
Shiraatalladziina an’amta alaihim ghairil maghduubi ‘alaihim waladhaaliin
آمِيْن يَا اللّٰهُ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ
Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘aalamiin.
RAGAM SHALAWAT
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. حَمْدًا يُوَافِىْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ. يَارَبَّنَالَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ كَمَا يَنْبَغِىْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ
Alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin, hamdan yuwaafi ni’amahu, wa yukafi mazidahu, ya rabbanaa wa lakal hamdu wa lakasysyukru. Kamaa yanbaghi lii jalaali wajhika, wa ‘azhiimi sulthaanika.
Dengan nama Allaah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allaah Tuhan Semesta Alam. Pujian yang sebanding dengan nikmat-nikmat-Nya dan menjamin tambahannya. Wahai Tuhan kami, bagi-Mu-lah segala puji, dan bagi-Mu-lah segala syukur, sebagaimana layak bagi keluhuran Zat-Mu dan keagungan kekuasaan-Mu.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكَ عَلَى سَيِّدِنَا
وَ النَّبِيِّيْنَ
وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَ أُمَّتِهِ
اَجْمَعِيْنَ
Allaahumma shalli wa sallim wa baarik ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummatihi ajma’iin.
Ya Allaah, limpahkanlah shalawat, salam dan berkat kepada junjungan, nabi dan pemimpin kami Muhammad, keluarganya, sahabatnya, umatnya semuanya.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
وَ النَّبِيِّيْنَ
وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ النُّورِ الذَّاتِي وَالسِّرِّ السَّارِي فِي سَائِرِ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَ أُمَّتِهِ
اَجْمَعِيْنَ
Allaahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammadin
nuuridz dzaatiy wassirris / wassarras saari fi sa-iril asmaa-i wash shifaat. Wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummatihi ajma’iin.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكَ عَلَى سَيِّدِنَا
وَ النَّبِيِّيْنَ
وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَ أُمَّتِهِ
اَجْمَعِيْنَصَلاَةٌ تُنْجيْنَا بِهَا مِنَ جَمِيْعَ الأهَوْاَلِ وَالأَفَاتِ وَتَقْضِي لَنَا بها جَمِيعَ الحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَيّئاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَي الدَرَجَاتِ وَتُبَلّغُنَا بِهَا أَقْصَي الغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الخَيرَاتِ فِي الحَيَاةِ وَبَعْدَ المَمَاتِ برحمتك يا أرحم الراحمين
Allaahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummmatihi ajma’iin. Shalaatan tunjinaa bihaa min jamii’il-ahwaali wal aafaat. Wa taqdhii lanaa bihaa jamii’al-haajaat. Wa tuthahhiruna bihaa min jamii’is-sayyi-aat. Wa tarfa’unaa bihaa ‘indaka a’lad-darajaat. Wa tuballighuna bihaa aqshal-ghaayaati min jamii’ilkhairaati fil hayaati wa ba’dal mamaat.
Ya Allaah, limpahkanlah shalawat kepada junjungan, nabi dan pemimpin kami Muhammad, keluarganya, sahabatnya dan umatnya, shalawat yang dengannya kami selamat dari semua ketakutan dan bencana, dan Engkau sucikan kami dari semua kejahatan, Engkau angkat kami ke derajat yang tinggi di sisiMu, dan Engkau sampaikan semua cita-cita kami berupa kebaikan-kebaikan dalam hidup maupun sesudah mati.
اللَّهُمَّ صَلِّ و سلم و بارك عَلَى
نُورِ الأَنْوَارِ. وَسِرِّ الأَسِرَارِ. وَتِرْيَاقِ الأَغْيَارِ. وَمِفْتَاحِ بَابِ
الْيَسَارِ . سَيِّدِنَا
وَ النَّبِيِّيْنَ وَمَوْلاَنَا
مُحَمَّدِ نِالْمُخْتَارِ. وَآلِهِ الأَطْهَارِ. وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ. عَدَد نِعَمِ الله وَأِفْضَالِهِ
Allaahumma shalli wa sallim wa baarik ‘alaa nuuril anwaar. Wa sirril asraar. Wa tiryaqil-aghyaar. Wa miftaahil baabil yasaar. Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammadanil-mukhtaari wa aalihil-ath-haari wa ash-haabihil akhyaar. ‘Adada ni’amillaahi wa afdhaalih / ifdhaalih.
Ya Allaah, limpahkanlah shalawat, salam dan berkah atas cahaya di antara segala cahaya, rahasia di antara segala rahasia, penetral duka, dan pembuka pintu kemudahan, junjungan, nabi dan pemimpin kami Muhammad, manusia pilihan, juga kepada keluarganya yang suci dan sahabatnya yang baik, sebanyak jumlah kenikmatan Allah dan karuniaNya.
أللّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا وَ النَّبِيِّيْنَ وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدِ الّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَ
أُمَّتِهِ
فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
Allaahumma shalli shalaatan kaamilah. Wa sallim salaaman taamman ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammadanil-ladzii tanhallu bihil-‘uqad. Wa tanfariju bihil-kuruub. Wa tuqdhaa bihil hawaa-iju wa tunaalu bihir-raghaa-ibu wa husnul-khawaatim. Wa yustasqal-ghamaamu biwajhihil-kariim. Wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummatihi fii kulli lamhatin wa nafasin bi’adadi kulli ma’luumin laka.
Ya Allaah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan salaam yang sempurna pula, kepada junjungan, nabi dan pemimpin kami Muhammad, yang dengan beliau itu Engkau lenyapkan kesusahan, Engkau tunaikan segala kebutuhan, dan diperoleh segala keinginan dan akhir hidup yang baik, serta diberi minum dari awan berkat wajahMu yang mulia. Juga kepada keluarganya, sahabatnya dan umatnya dalam setiap kejapan mata dan tarikan nafas, sebanyak jumlah pengetahuan yang Engkau miliki.
Allaahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammadinil-habiibil-mahbuub. Syaafil ‘ilali wa mufarrijil-kuruub. Wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummmatihi wa baarik wa sallim.
Ya Allaah, limpahkanlah shalawat, salam dan berkat kepada junjungan, nabi dan pemimpin kami Muhammad, kekasih dan yang dikasihi, (dengan izin Allah) penyembuh penyakit dan pelepas kesusahan, serta kepada keluarga, sahabat dan umatnya.
Allaahumma shalli wa sallim wa baarik ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammadin fil-awwaliin. Wa shalli wa sallim wa baarik ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammadin fil-aakhirin. Wa shalli wa sallim wa baarik ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammadin fin-nabiyyiin. Wa shalli wa sallim wa baarik ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammadin fil-mursaliin. Wa shalli wa sallim wa baarik ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammadin fil mala-il a’laa ilaa yaumid-diin. Wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummmatihi ajma’iin.
Ya Allaah, limpahkanlah shalawat, salam dan berkat kepada junjungan dan pemimpin kami Muhammad di kalangan orang-orang terdahulu. Limpahkanlah shalawat, salam dan berkat kepada junjungan, nabi dan pemimpin kami Muhammad di kalangan orang-orang kemudian. Limpahkanlah shalawat, salam dan berkat kepada junjungan, nabi dan pemimpin kami Muhammad di kalangan para nabi. Limpahkanlah shalawat, salam dan berkat kepada junjungan, nabi dan pemimpin kami Muhammad di kalangan para rasul. Limpahkanlah shalawat, salam dan berkat kepada junjungan, nabi dan pemimpin kami Muhammad di kalangan para arwah hingga hari kemudian, serta kepada keluarga, sahabat dan umatnya.
Allaahumma shalli wa sallim wa baarik ‘alaa ruuhi Sayyidina wa Nabiyyina wa Maulaanaa Muhammad fil arwaahi, wa ‘alaa jasadihil fil ajsaadi, wa ‘alaa qabrihi fil qubuuri. Wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummatihi ajma’iin.
Ya Allaah, limpahkanlah shalawat, salam dan berkat kepada ruh junjungan, nabi dan pemimpin kami Muhammad di alam ruh, dan kepada jasadnya di alam jasad, dan kepada kuburnya di alam kubur. Dan kepada keluarga, sahabat dan umatnya semua.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكَ عَلَى سَيِّدِنَا وَ النَّبِيِّيْنَ وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَ أُمَّتِهِ عَدَدَ إِنْعَامِ الله وَأِفْضَالِهِ
Allaahumma shalli wa sallim wa baarik ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummatihi ‘adada in’aamillaahi wa ifdhaalih.
Ya Allaah, limpahkanlah shalawat, salam dan berkat kepada junjungan, nabi dan pemimpin kami Muhammad, keluarganya, sahabatnya, umatnya sebanyak jumlah nikmat Allah dan karuniaNya.
Allaahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummatihi wa baarik wa sallim ‘adada maa ahaatha bihi ‘ilmuka wa jaraa bihi qalamuka wa nafadza bihi hukmuka fii khalqika wa ajri luthfika fii umuurinaa wal muslimiina wal muslimaat.
Ya Allaah, limpahkanlah shalawat, salam, berkah kepada Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammad, kepada keluarganya, sahabatnya, umatnya sebanyak jumlah apa-apa yang diliputi ilmu-MU, digariskan oleh qalam-MU, ditetapkan dalam hukum-MU terhadap makhluk-MU, dan curahkanlah kelembutan-MU di dalam seluruh urusan kami, kaum Muslim lelaki serta Muslim perempuan.
Allaahumma shalli wa sallim wa baarik ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummatihi shalaatan ahlis-samaawati wal aradhiina ‘alaihi wa ajri yaa maulaanaa luthfakal khafiya fii amri wa arinii sirra jamaali shun’ika fiimaa aamuluhu minka yaa rabbal ‘aalamiin.
Ya Allaah, limpahkanlah shalawat, salam, berkah kepada Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammadin, kepada keluarganya, sahabatnya, umatnya dengan shalawat penduduk langit dan bumi kepadanya. Dan alirkanlah, wahai tuhanku, kelembutan-MU yang tersembunyi dalam urusanku, dan tampilkan rahasia keindahan buatan-MU dalam apa-apa yang cita-citakan dari-MU, wahai tuhan semesta.
اللهم صل و سلم و بارك على سيدنا وَ النَّبِيِّيْنَ وَمَوْلاَنَا محمد و إخوانه من الانبياء والمرسلين
وأزواجهم والهم و ذريتهم واصحابهم وامتهم أجمعين
.
Allaahumma shalli wa sallim wa baarik, ‘alaa Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa wa Maulaanaa Muhammadin wa ikhwaanihii minal anbiyaa-i wal mursaliin, wa azwaajihim wa aalihim wa dzurriyyaatihim wa ash-haabihim wa ummatihim ajma’iin.
Ya Allaah, berilah shalawat serta keselamatan dan keberkahan, untuk junjungan, nabi dan pemimpin kami Muhammad SAW dan saudara-saudaranya dari para Nabi dan Rasul, dan istri-istri mereka semua, keluarga mereka, turunan-turunan mereka, dan sahabat-sahabat dari semua Nabi dan Rasul, termasuk Sahabat-Sahabatnya Nabi Muhammad semua dan semua yang terkait dengan Nabi Muhammad SAW.
RAGAM DOA
اللَّهُمَّ اِنَّا
نَسْئَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الْمَنَّانُ بَدِيعُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ يَا حَىُّ يَا قَيُّومُ
اللَّهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ الْجَنَّةَ
وَ نعوذبك
بِكَ مِنَ النَّارِ
Allaahumma innaa nas-aluka bi-anna lakal hamda, laa ilaha illa anta al-mannaan badii’us samaawaati wal ardhi, yaa dzal jalaali wal ikram, yaa hayyu yaa qayyum. Allaahumma innaa nas-alukal jannata wa na’uudzubika minannaar.
Ya Allaah, kami meminta pada-Mu karena segala puji hanya untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau, Yang Banyak Memberi Karunia, Yang Menciptakan langit dan bumi, Wahai Allaah yang Maha Mulia dan Penuh Kemuliaan, Ya Hayyu Ya Qayyum –Yang Maha Hidup dan Tidak Bergantung pada Makhluk-Nya.Ya Allaah, kami memohon kepada Engkau surga, dan berlindung kepada Engkau dari neraka
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ
أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
ALLAAHU LAA ILAAHA ILLA HUWAL HAYYUL QAYYUUMU. LAA TA’KHUDZUHUU SINATUW WA LAA NAUUM. LAHUU MAA FISSAMAAWAATI WA MAA FIL ARDHI. MAN DZAL LADZII YASYFA’U ‘INDAHUU ILLAA BI IDZNIHI. YA’LAMU MAA BAINA AIDIIHIM WA MAA KHALFAHUM. WA LAA YUHITHUUNA BI SYAI-IN MIN ‘ILMIHII ILLAA BI MAASYAA-A. WASI’A KURSIYYUHUSSAMAAWAATI WAL ARDHA. WA LAA YA-UDHUU HIFZHUHUMAA WAHUWAL ‘ALIYYUL AZHIIM.
Allaah, tidak ada Tuhan (yang berhak atau boleh disembah), melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Yang tidak mengantuk dan tidak juga tertidur. Kepunyaan-Nya adalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allaah tanpa izin-Nya.
Sesungguhnya Allaah mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka. Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allaah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allaah meliputi langit dan bumi. Dan Allaah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allaah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Surat Al-Baqarah ayat 255).
للَّهُمَّ اِنَّا أَنعوذبك مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Allaahumma innaa na’uudzubika min ‘adzaabi jahannam, wamin ‘adzaabil qabri, wamin fitnatil mahya wal mamaati, wa min syarri fitnatil masiihid dajjal.
Ya Allaah kami berlindung kepada Engkau dari azab Jahannam, siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian dan dari keburukan fitnah Al-Masih Dajjal.
أللهم اغفر لامة سيدنا محمد أللهم ارحم امة سيدنا محمد أللهم استر امة سيدنا محمد أللهم اجبر امة سيدنا محمد أللهم اصلح امة سيدنا محمد أللهم عاف امة سيدنا محمد أللهم احفظ امة سيدنا محمد أللهم ارحم امة سيدنا محمد رحمة عامة يا رب العالمين أللهم اغفر لامة سيدنا محمد مغفرة عامة يا رب العالمين أللهم فرج عن امة سيدنا محمد فرجا عاجلا يا رب العالمين
Allaahummaghfirli ummati sayyidinaa muhammadin allaahummarham ummata sayyidinaa muhammadin allaahummastur ummata sayyidinaa muhammadin allaahummajbur ummata sayyidinaa muhammadin allaahumma ashlih ummata sayyidinaa muhammadin allaahumma ‘aafi ummata sayyidina muhammadin allaahummahfazh ummata sayyidina muhammadin allaahummarham ummata sayyidinaa muhammadin rahmatan ‘aammatan yaa rabbal ‘aalamin allaahummaghfirli ummati sayyidinaa muhammadin maghfiratan ‘aammatan ya rabbal ‘aalamin allaahumma farrij ‘an ummati sayyidinaa muhammadin farjan ‘aajilan yaa rabbal ‘aalamin.
Ya Allaah, ampunilah umatnya Sayyidinaa Nabi Muhammad SAAW. Ya Allaah, kasihanilah umat Sayyidinaa Nabi Muhammad SAAW. Ya Allaah tutupilah (aib) umat Sayyidinaa Muhammad SAAW. Ya Allaah tamballah (kekurangan) umat Sayyidinaa Muhammad SAAW. Ya Allaah jadikanlah baik dan (memperbaiki) umat Sayyidinaa Muhammad SAAW. Ya Allaah sehatkanlah umat Sayyidinaa Muhammad SAAW. Ya Allaah lindungilah umat Sayyidinaa Muhammad SAAW. Ya Allaah rahmatilah umat Sayyidinaa Muhammad SAAW., dengan rahmat yang menyeluruh wahai Tuhan Seluruh Alam, Ya Allaah ampunilah umat Sayyidinaa Muhammad SAAW., dengan ampunan yang merata wahai Tuhan Seluruh Alam, Ya Allaah bukalah (kesedihan) umat Sayyidinaa Muhammad SAAW., selebar-lebarnya dan secepatnya wahai Tuhan Seluruh Alam.
ALLAAHUMMAFTAHLII HIKMATAKA WANSYUR ‘ALAYYA MIN KHAZAA INI RAHMATIKA YAA ARHAMAR-RAAHIMIIN.
Ya Allaah bukakanlah bagiku hikmah-Mu dan limpahkanlah padaku keberkahan-Mu, wahai Yang Maha Pengasih dan Penyayang
RABBI INNII LIMAA ANZALTA ILAYYA MIN KHAIRIN FAQIIR.
Ya Rabb, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.
Ya Allaah, terimalah amal saleh kami, ampunilah amal salah kami, rahasiakanlah cela kami, wujudkanlah niat kami, mudahkanlah urusan kami, lindungilah kepentingan kami, ridhailah kegiatan kami, angkatlah derajat kami, hilangkanlah masalah kami dan kabulkanlah doa kami. Sekarang dan selamanya.
اللَّهُمَّ
اِنَّا نَسْئَلُكَ إِيْمَانًا لَا يَرْتَدُّ وَنَعِيْمًا لَا يَنْفَدُ وَقُرَّةُ عَيْنٍ لَا تَنْقَطِعُ وَمُرَافَقَةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَعْلَى
جنة الْخُلْدِ
Allaahumma innaa nas-aluka iimaanan laa yartaddu wa na’iiman laa yanfadu wa qurrota ‘ainin laa tanqathi’u wa muraafaqata nabiyyika Muhammadin shallallaahu ‘alaihi wa sallam fii a’laa jannati khuldi.
Ya Allaah, kami memohon kepada-Mu keimanan yang tidak pernah berbalik kepada kekufuran; kenikmatan yang tidak pernah habis; cindera mata kebahagiaan yang tiada berakhir dan kenikmatan untuk dapat mendampingi Nabi Muhammad SAW di dalam surga yang paling tinggi nan kekal abadi. (Imam Nawawi Al-Bantani dalam Kitab Nasha’ihul ‘Ibad).
Ya Allaah, tetapkanlah kami selamanya menjadi Muslim, tetapkanlah kami selamanya dalam agama yang kau ridhai – Islam, tetapkanlah kami selamanya menjadi umat dari manusia yang paling engkau muliakan – Sayyidinaa wa Nabiyyinaa wa Maulaanaa Muhammad Shallallaahu’alaihi wa aalihi wa shahbihi wa ummatihi, wa baraka wassallam.
Ya Allaah, jadikanlah Muslim Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah sebagai pemimpin sedunia – khususnya dunia Muslim. Sekarang dan selamanya
Ya Allaah, percepatlah kebangkitan INDONESIA. Pulihkanlah kejayaan INDONESIA, Lindungilah INDONESIA dari bencana. Sekarang dan selamanya.
Ya Allaah, tetapkanlah kaum Muslim sebagai pemilik terbesar INDONESIA. Sekarang dan selamanya.
Ya Allaah, jadikanlah INDONESIA baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. Sekarang dan selamanya.
Ya Allaah, jadikanlah karakter ISLAM NUSANTARA (NU) dan ISLAM BERKEMAJUAN (MUHAMMADIYAH) sebagai acuan norma sedunia – khususnya dunia Muslim. Sekarang dan selamanya.
Ya Allaah, jadikanlah INDONESIA sebagai standar kebajikan sedunia – khususnya dunia Muslim. Sekarang dan selamanya.
Ya Allaah, berilah pelajaran keras sekaligus dapat menyadarkan siapapun yang telah dan sedang zhalim / jahat terhadap INDONESIA, bahwa INDONESIA layak dihormati – bahkan dicintai oleh siapapun.
Ya Allaah, batalkanlah niat siapapun yang berniat zhalim / jahat terhadap INDONESIA. Sekarang dan selamanya.
اَللّٰهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَصِحَّةً فِى الْبَدَنِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ. اَللّٰهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِىْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ
Allaahumma innaa nas-aluka salaamatan fiddiini waddun-yaa wal aakhirati wa ’aafiyatan fil jasadi wa shihhatan fil badani wa ziyaadatan fil ‘ilmi wabarakatan firrizqi wa taubatan qablal mauti, wa rahmatan ‘indal mauti, wa maghfiratan ba’dal maut. Allahuma hawwin ‘alainaa fii sakaraatil mauti, wannajaata minannaari wal ‘afwa ‘indal hisaab.
Ya Allaah, sesungguhnya kami memohon pada-Mu keselamatan dalam agama, dunia, akhirat, kesejahteraan/kesehatan jasmani, bertambah ilmu pengetahuan, rezeki yang berkat, diterima taubat sebelum mati, dapat rahmat ketika mati dan dapat ampunan setelah mati. Ya Allah, mudahkanlah kami pada waktu sekarat dan selamatkanlah kami dari api neraka serta kami mohon kemaafan ketika dihisab.
اللَّهُمَّ
اِنَّا نَسْئَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدِّيْنِ وَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
ALLAAHUMMA INNAA NAS-ALUKAL ‘AFWA WAL ‘AAFIYAH FID DIINI WAD DUN-YA WAL AAKHIRAH.
Ya Allaah kami berharap kemaafan dan himpunan kebaikan dalam agama, dunia dan akhirat.
اللهم إنا نسئلك رضاك والجنة
ونعوذبك من سخطك والنار
Allaahuma inna nas-aluka ridhaka waljannata wana’uudzubika min shakhkhathika wannaar.
Ya Allaah, sesungguhnya kami mohon keridhaan-Mu dan sorga, kami berlindung kepada-Mu dari kemurkaan-Mu dan siksa neraka.
.اَللّهُمَّ اخْتِمْ لَنَا بِاْلاِسْلاَمِ وَاخْتِمْ لَنَا بِاْلاِيْمَانِ وَاخْتِمْ لَنَا بِحُسْنِ الْخَاتِمَةِ
Allaahummakhtim lanaa bil-islaami wakhtim lanaa bil-iimaani wakhtim lanaa bi husnil khaatimati.
Ya Allaah, akhirilah hidup kami dengan Islam, akhirilah hidup kami dengan membawa iman, akhirilah hidup kami dengan husnul khatimah.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتنا الَّتِي فِيهَا مَعَادُنا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لنا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لنا مِنْ كُلِّ شَرٍّ
Allaahumma ashlih lanaa diinanal ladzii huwa ‘ishmatu amrina Wa ashlih lanaa dun-yaanal latii fii haa ma’asyunaa. Wa ashlih lanaa aakhiratanal latii ilaihaa ma’aadunaa. Waj’alil hayaata ziyadatan lanaa fii kulli khairin. Waj’alil mauta raahatan lanaa min kulli syarrin
Ya Allaah, perbaikilah agama kami karena itulah pedoman untuk urusan kami, Dan perbaikilah dunia kami karena itulah kehidupan kami. Dan perbaikilah akhirat kami karena itulah tujuan kami. Jadikanlah hidup kami sebagai tambahan kebajikan. Jadikanlah mati kami sebagi istirahat dari segala keburukan.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْ بَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَ يْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُ نْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
Rabbanaa la tuzigh qulubanaa ba’da idz hadaitanaa wahab lanaa min ladunka rahmatan innaka antal-wahhaab.
Ya Allah Tuhan kami, janganlah Engkau sesatkan kami sesudah mendapatkan petunjuk, berilah kami karunia. Engkaulah Yang Maha Pemurah (QS. Aali ‘Imran [3]:8.
Ya Allaah, berilah kami rezeki yang barakah, karamah sekaligus salamah. Jika di langit, turunkanlah. Jika di bumi, keluarkanlah. Jika sulit, permudahlah. Jika jauh, dekatkanlah. Jika dekat, satukanlah. Jika sedikit, banyakkanlah. Jika haram, sucikanlah sekaligus halalkanlah.Sekarang dan selamanya.
Ya Allaah. Berilah kami kesehatan yang prima, kekuasaan yang menjaga, kekayaan yang berlipat ganda, pasangan yang sempurna dan keturunan yang berguna.Sekarang dan selamanya.
Ya Allaah, jadikanlah hidup kami berkat, mati kami keramat, agama kami rahmat, dunia sekaligus akhirat kami selamat.
رَبَّنَا غْفِرْلَنَا وَلِوَالِدِيْنَ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ أَلْأَ حْيَآءِمِنْهُمْ وَاْلأَ مْوَاتِ, اِنَّكَ عَلَى قُلِّ ثَيْءٍقَدِيْرِ
Rabbanaghfir lanaa wa li walidina wa li jamii’il-muslimiina wal-muslimaati wal-mu’miniina wal-mu’minaati al-ahya-i minhum wal amwaat innaka ‘ala kulli syai-in qadiir.
Ya Allaah, ya Tuhan kami, ampunilah dosa kami dan dosa-dosa orang tua kami, dan bagi semua Muslim lelaki dan perempuan dan mukmin lelaki dan perempuan yang masih hidup maupun yang sudah mati. Sesungguhnya Engkau Zat Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.”
أَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلغَلاَءَ وَالْبَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَلْمُنْكَرَ وَالسُّيُوْفَ اْلمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ضَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ, مِنْ بَلَدِنَاخَآصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً, إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرِ. غَفَرَ اللهُ لَنَ وَلَهُمْ, بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Allaahummaadfa’ ‘annal-ghalaa-a wal balaa-a wal wabaa-a wal fahsya-a wal-munkara was-suyufal-mukhtalifata wasy-syadaida wal-mihana ma zhahara minha wa ma bathana min baladina khashshatan wa min buldanil-muslimiina ’ammatan, innaka ‘ala kulli syai’in qadiir. Ghafarallahu lana wa lahum birahmatika ya arhamar-rahimin.
Ya Allaah yang menghilangkan segala ‘bebendu’ (penderitaan / kesengsaraan), cobaan, kesusahan, kejelekan, kemungkaran, kekeliruan yang bermacam-macam, kesedihan, cobaan yang tampak serta cobaan yang tidak tampak dari negeri kami khususnya, dan umumnya dari negeri-negeri kaum Muslim, sesungguhnya Engkau Ya Allaah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allaah memberikan ampunan bagi kami dan mereka semua dengan rahmat-MU. Ya Allaah, wahai Zat Yang Maha Belas Kasih.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ مِنْهُ نَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا اسْتَعَاذَ مِنْهُ نَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنْتَ المُسْتَعَانُ، وَعَلَيْكَ البَلَاغُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Allaahumma innaa nas-aluka min khairi ma sa-alaka minhu nabiyyuka muhammadun shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa ummatihi wa baraka was sallam wa na’uudzu bika min syarri mas ta’aadzaka minhu nabiyyuka muhammadun shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa ummatihi wa baraka was sallam wa antal musta’aanu wa ‘alaikal balaaghu wa laa hawla wa laa quwwata illa billaahi.
Ya Allaah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu sebaik-baik apa yang pernah diminta oleh Nabi-Mu Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa ummatihi wa baraka was sallam, dan kami berlindung kepada-Mu dari marabahaya yang Nabi-Mu Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa ummatihi wa baraka was sallam pernah berlindung kepada-Mu darinya, Engkaulah tempat meminta pertolongan dan Engkau pula yang menyampaikan, tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan-Mu.
YA ALLAAH, IZINKANLAH SEGALA NAMA TERBAIK-MU – ASMAA UL HUSNA – SEKALIGUS SEGALA NAMA DAN GELAR SAYYIDINAA WA NABIYYINAA WA MAULAANAA MUHAMMAD SHALLALLAAHU’ALAIHI WA AALIHI WA SHAHBIHI WA UMMATIHI WA BARAKA WAS SALLAM MEWUJUDKAN BERKAH KE SEANTERO SEMESTA – KHUSUSNYA BAGI KAMI, KELUARGA KAMI, BANGSA KAMI, NEGARA KAMI DAN UMAT SEAGAMA KAMI. SEKARANG DAN SELAMANYA.
——doa khusus untuk SELURUH RAKYAT INDONESIA YANG MENJADI KORBAN IMPERIALIS / KOLONIALIS 1511 – 1962 , semoga Allaah selalu mencurahkan kasih sayang kepada mereka – terutama anggota keluarga kami RADEN SOEPARDAN (WAFAT 08/04/1946) dan HIDAJAT W (WAFAT 24/10/1947).
ALLAAHUMMAGHFIRLAHUM WARHAMHUM WA’AAFIHIM WA’FU ‘ANHUM
ALLAAHUMMA LAA TAHRIMNAA AJRAHUM WA LAA TAFTINNAA BA’DAHUM WAGHFIRLANAA WALAHUM
———————
PENUTUP
اَللّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآ خِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَأَدْخِلْنَا الجَنَّةَ مَعَ اْلأَبْرَارِ
Allaahumma rabbanaa aatinaa fiddun-yaa hasanataw wa fil aakhirati hasanataw wa qinaa ‘adzaabannaar wa adkhilnal jannata ma’al abraar.
Wahai Allaah Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kesejahteraan di akhirat, dan hindarkanlah kami dari siksaan neraka serta masukanlah kami ke surga bersama orang-orang baik.
اَللّهُمَّ
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
Allaahumma rabbanaa taqabbal minna innaka antassamii’ul aliimu wa tub’alainaa innaka antattawwaaburrahiim.
Wahai Allaah Tuhan kami, perkenankanlah do’a-do’a kami, karena sesungguhnya Engkau Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang.
Washshalallaahu ‘alaa sayyidinaa wa nabiyyinaa wa maulaanaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa ummatihi wa baraka wassallam.
Shalawat, salam dan berkah semoga dilimpahkan kepada junjungan, nabi dan pemimpin kami Muhammad s.a.w, atas keluarganya, sahabatnya dan umatnya semuanya.
HASBUNALLAAH WANI’MAL WAKIIL NI’MAL MAULA WANI’MAN NASHIIR.
Cukuplah Allaah menjadi Penolong kami dan Allaah adalah sebaik-baik Pelindung, Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.
سُبْحَانَ رَبِّكِ رَبِّ الْعِزَةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الانبياء وَ الْمُرْ سَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Subhana rabbika rabbil ‘izzati, ‘amma yasifuuna wa salamun ‘alal anbiyaa-i wal
mursaliin, walhamdulillahirabbil ‘aalamiin.
آمِيْن يَا اللّٰهُ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ
Aamiin yaa Allaah yaa rabbal ‘aalamiin.
Ganie al-Hindi al-Bantani, Indra – Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia
mantap Anshari Dimyati. Info sejarah yang ilmiah sekali. Hidup Melayuuuu