Home Featured “Kapah Itu Bapaknya Tudai”

“Kapah Itu Bapaknya Tudai”

0
Kapah. Foto: LenteraTimur.com/Ken Miryam Vivekananda Fadlil.

 

“Kapah itu bapaknya tudai”, ujar Kasule, pemilik Warung Ibu Suharti di Pantai Amal.

Ungkapan Kasule ini terdengar akrab di telinga warga Tarakan. Kapah, si kerang berdaging kenyal berwarna putih dan bercitarasa gurih ini memang berbentuk lebih besar dari tudai. Tudai adalah sebutan orang Tarakan untuk kerang berdaging kehitaman yang jamak ditemukan di banyak pantai. Karena ukuran volume daging itulah kapah pun didaulat menjadi “bapak”, sedangkan kudai cukuplah jadi “sang anak”.

Bagi warga Tarakan, kapah bukanlah sekadar panganan laut pemuas lapar. Keberadaan kapah yang hanya dapat ditemukan di Pantai Amal membuatnya menjadi kuliner khas dari kota yang sedang tumbuh itu. Dengan kualitas rasa dan keunikannya, kapah pun hadir sebagai penegas identitas Tarakan, kota yang menjadi titik temu kaum pesisir di utara Kalimantan.

Dan ada pepatah yang memang mengatakan, dari Medan beli durian, jual petinya di Surabaya. Jika Anda mampir ke Tarakan, jangan lupa beli kapahnya.

Citarasa kapah sendiri dikenal istimewa. Abdul, salah seorang satu penikmat kapah, mengungkapkan, bahwa setiap hari Minggu dia membawa keluarganya ke Pantai Amal khusus untuk menikmati kapah. Hal tersebut dia lakukan karena olahan kapah tidak dapat dijumpai di warung-warung atau rumah-rumah makan yang ada di tengah kota. Hanya di Pantai Amal-lah dia dan keluarga dapat menikmati kuliner kapah didampingi sejuknya suasana pantai.

Pantai Amal memiliki dua nama yang akrab di telinga masyarakat, yakni Pantai Amal Lama dan Pantai Amal Baru. Ia menjadi salah satu tempat rekreasi masyarakat Tarakan, termasuk satu-satunya tempat yang memiliki kapah olahan dan menjadi makanan favorit masyarakat. Biasanya, pantai ini ramai pada akhir pekan atau saat ada acara besar, seperti Iraw Tengkayu – sebuah acara adat dua tahunan di Tarakan. Dan pada saat itulah penjual kapah juga kebanjiran pelanggan.

Suasana sore di Pantai Amal. Foto: LenteraTimur.com/Ken Miryam Vivekananda Fadlil.

Kelezatan kapah juga dipercaya berbonus asupan manfaat untuk tubuh. Kapah, seperti juga jenis kerang lainnya, mengandung kalsium yang bisa menguatkan tulang. Lalu, bagaimana dengan cangkang kapahnya sendiri? Apakah cangkang cantik itu dibuang begitu saja? Tidak. Warga Pantai Amal tak kalah semangat berkarya dengan ekonomi kreatif. Mereka mengolah cangkang kapah menjadi sebuah asbak rokok, tempat tisu, dan beberapa jenis benda lainnya dengan penampilan yang menarik mata.

Kapah yang lezat dan sarat manfaat ini hanya dapat ditemukan di pesisir pantai dengan kondisi air surut. Untuk menangkapnya, diperlukan alat yang terbuat dari besi, yang bentuk ujungnya mampu menggerus pasir. Kebanyakan penjual kapah di warung-warung menangkap kapah sendiri. Namun, jika tidak sempat mencari kapah, pemilik warung akan membelinya dari para nelayan kapah dengan harga Rp. 25 ribu per kilogram.

Setelah diolah, harga seporsi kapah (satu kilogram) tidaklah sampai mencekik leher. Harganya cukup bersahabat. Penikmat kapah hanya perlu membayar Rp. 35 ribu. Sebuah harga yang pantas dengan sensasi rasa yang akan didapat.

Pelanggan yang datang dapat memesan dua jenis olahan kapah: kapah rebus atau kapah tumis. Biasanya kapah disajikan dengan buras (sejenis lontong) yang ditanak dengan air santan. Namun, kapah juga dapat disantap cukup dengan sepiring nasi putih hangat.

Macam-macam bumbu digunakan untuk menumis kapah, di antaranya bawang putih, bawang merah, cabai, jahe, dan sedikit sentuhan bumbu rahasia. Untuk kapah yang direbus, ia cukup direbus hingga matang yang ditambah dengan sedikit garam.

Menyantap kapah takkan lengkap tanpa sambalnya. Di sini, peranan sambal menjadi sangat vital. Warung yang paling ramai pengunjungnya dijamin memiliki rasa sambal yang sangat berpadu dengan kapah rebusnya. Jenis sambal yang disajikan bersama kapah biasanya ada dua: sambal lombok nipis dengan sensasi segar pedas campur asam, atau sambal teri terasi yang menyisakan rasa gurih tak terlupakan. Ditambah dengan segarnya es kelapa muda, lengkap sudah pengalaman menikmati kapah.

Kerajinan tangan dari cangkang kapah. Foto: Fadil Sumarwan.

 

Ah, bercerita tentang kapah pasti akan selalu menerbitkan air liur. Penasaran untuk berkenalan dengan kapah? Tak ada cara lain, sambangilah segera ia di bawah langit biru Pantai Amal, Bumi Paguntaka.

 

Fadil Sumarwan Fadil Sumarwan lahir 21 April 1992 di Tarakan. Kini dia sedang menggeluti keilmuannya sebagai mahasiswa jurusan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Borneo Tarakan. Kegemarannya melakukan travelling dan minatnya pada dunia penulisan mendorongnya untuk menjadi salah satu peserta Pelatihan Jurnalistik “Menulis untuk Kesederajatan” (III) di Tarakan.

Comments with Facebook

LEAVE YOUR COMMENT

Your email address will not be published. Required fields are marked *