
Persatean Indonesia
Dipotong sama dadu
Diiris titah nasib segaris
Ditusuk- tusuk sama banyak
Dijejer-jejer sama panjang
Dibakar di atas kobar kibar
Dipanggang dari punggung ke pinggang
Keringat bercucur
Menetes harap berbarengan
Kita dipaksa sama
Sama-sama dipaksa
Satu irama saja
Sekali masa
Kini asap pembaharuan
Kian mengepul abu-abu
Kepul kepal jadi satu
Sama-sama dipaksa sama
Sekali lagi
Asyik tuan mengipas bara
Hirup aroma pembangunan gaya baru
Kami sudah lebih dari matang
Dipanggang sejarah
Nokturno
Pertunjukan dimulai
Bersamaan waktu
Antusiasme kuasa meraung- raung
Hikayat tanah koloni
Dipentaskan
Tanpa lampu gemerlap
Kolosal
Meski sonder latar cenotaph
Menjijikkan bagiku
Menyaksikan
Adegan penyiksaan
Atas sekumpulan orang
Tanpa nama
Oleh sepasukan
Nisan bertopi baja
Juga tanpa nama
Sungguh sebuah kisah malam
Di sela pekat jelaga zaman
Serupa nyanyian malam
Sekumpulan burung hantu
Bersiul di selaksa harap
Meski gelap
Februari 2011
Kapak 363
Tok, tok, tok!!!
Bukan tanda salam sapa
Tamu datang hampiri kita
Tok, tok, tok!!!
Bukan pula isyarat
Harap-harap pengemis penat
Tok, tok, tok!!!
Hei… penghuni kitab-kitab tebal…
Ada apa dengan dirimu..??
Kemana sirna bunyimu..??
Tok, tok, tok!!!
Tiga ketukan sakti
Sudahi harapan hati
Pintu tawar menawar
Seolah terkunci mati
Tok, tok, tok!!!
Irama palu tuan-tuan
Tetapkan takdir kaum papa
Penjinjing harap sebelah tangan
Tok, tok, tok!!!
Kapak 363
Tebang nama-nama
Pilih rupa pilih kasta
Harusnya kau digenggam orang buta
Tok, tok, tok!!!
Bisu seketika
Entah apa
Kebingungan sesaki kepala- kepala
Tok, tok, tok!!!
Tak selamanya
Bunyi itu wakili
Denting pedang dua mata
Lanjutkan
“lanjutkan!”, katamu
“lanjutkan!”, katanya
“lanjutkan!”, kata mereka
“apanya?”, kataku
apa hendak dilanjut
di tengah nasib kian sengkarut
apa mau dilanjut
di antara gulungan hari semrawut
apa guna dilanjut
kala perut rakyat merengut
mengapa terus memamah aksara
ketika kata kehilangan makna
apa guna kunyah bahasa
jika nasi enggan diajak bicara
Batu Bata Buta
(kepada santri yang diserang saat maulid Nabi)
Dering kabar memecah hening
Hari kedua belas
Bulan di mana jasad suci dilahirkan
Bunyi itu antarkan pesan
Tentang saudara di lumbung pengetahuan
Kabar berbicara
sekelompok pencari cahaya
Diterjang Batu bata
Dari lemparan akal-akal buta
Dilemparinya kami
Entah kenapa
Dilemparinya kami karena berbeda
Kata kabar itu
Dilemparinya batu buta
Dari hati sekeras bata
Dilemparinya para pencari
Di dalam terang cahaya
Yang hendak dirampas para pencuri
Baca-bacakanlah
Suratku
Kepada sekumpulan batu
Yang beterbangan menembus ruang waktu
Bahwa mereka tak salah
Sebab batu
Karena batu
Buta
Suratku kepada batu
Adalah surat pengampunan
Alamat pemakluman
Jabat tangan pengertian
Tapi tidak pada hati yang membatu
Hati yang buta dari tangan para pelempar batu
Batu buta kumaklumi
Hati batu kulaknati
Kebatuan hatimu
Kebutaan akalmu
Melaknati dirimu
Menistai kesucian hari di mana datuk dari para datuk di lahirkan untuk kebaikanmu
Syair untuk Penyair
*Kepada Taufiq Ismail
Pak,
Kau kuhormati
Sejajar karya terbaikmu
Tapi tanpa hantu
Di balik kopiahmu
Yang tak kutemui
Di antara lilitan sorban
Penyair Matsnawi
Pak,
Menyimpan dendam
Hanya merongrong hati
Dan kurasa kau tahu itu
Pak,
Jika pun
Prasangkamu
Sepuitis rima
Baiknya kau simpan
Dalam hening saku celana
Pak,
Waktu asar hampir habis
Tak lama lagi maghribmu tiba
Lekaslah
Bergegas akrabi wudhu
Istinja dendam di ujung lisan
Lalu basuh purbasangka
Pada mata kalam
Sebersih-bersihnya
Sejernih sajak
Tentang masjid yang kau cari
Pak,
Aku menghormatimu
Tanpa hantu
Yang kau peranakkan
Di kepala-kepala
Comments with Facebook
salam,
thanks apresiasinya.. senang diapresiasi saudara..
…Pak,//Waktu asar hampir habis//Tak lama lagi maghribmu tiba…
I see what you did there :))
Sedap sekali semua sajaknya. Senang bisa membaca karya Saudara. Salam.